1  UTS-1 All About Me

About Me

Armein Z R Langi adalah Guru Besar di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB, dosen ITB sejak Desember 1987, mantan Rektor Universitas Kristen Maranatha, 1 Maret 2016 s/d 29 Februari 2020, mantan Kepala Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (PP-TIK) ITB November 2005 s/d Maret 2010, dan Sekretaris MWA ITB Mei 2010-Jan 2011.

Lahir di Tomohon 1962 dari pasangan Manado dan Sunda. Saat ini tinggal di Bandung, menikah dengan Ina dan dikaruniai empat anak. Ayah dari Gladys, Kezia, Andria, dan Marco.

Sharing pikiran singkat ada di blog https://azrl.wordpress.com. Facebookk: armein_langi

Apa gagasan yang sedang ia pikirkan?

1.1 Kisah yang Membentuk Diri Anda: Mengenal Kekuatan Identitas Naratif

Manusia adalah pencerita alami. Sejak zaman dahulu, kita selalu berusaha memahami kekacauan hidup dengan merangkainya menjadi sebuah cerita. Para ahli bahkan menyebut kita sebagai “organisme pencerita” (storytelling organisms) yang menjalani “kehidupan yang penuh cerita” (storied lives) (2). Proses ini bukanlah sekadar menyusun fakta, melainkan sebuah proses aktif untuk menciptakan makna.

Hayu dengar poscastnya

Kisah personal yang terus berkembang inilah yang disebut para psikolog sebagai “identitas naratif”—sebuah cerita yang kita bangun untuk memahami keberadaan kita, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan kita menjadi satu kesatuan yang utuh (3, 8). Cerita batin ini adalah proses penciptaan diri yang aktif, bukan sekadar menceritakan ulang kejadian. Kisah inilah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan paling mendasar: “Siapa saya? Bagaimana saya sampai di sini? Ke mana saya akan pergi?” (5, 6).

1.1.1 1. Tiga Lapisan Diri Anda: Di Mana Cerita Hidup Anda Berada?

Psikolog Dan P. McAdams membagi kepribadian manusia ke dalam tiga tingkatan yang berbeda. Identitas naratif merupakan tingkatan tertinggi dan paling personal, yang menyatukan semua bagian lain dari diri kita (8).

  • Level 1: Sifat Dasar Ini adalah ciri-ciri umum kepribadian kita yang cenderung stabil, seperti apakah kita seorang introvert atau ekstrovert.

  • Level 2: Kepedulian Pribadi Ini mencakup hal-hal yang lebih spesifik seperti tujuan hidup, nilai-nilai yang kita pegang, dan keyakinan kita.

  • Level 3: Identitas Naratif Inilah kisah hidup yang kita ciptakan untuk mengikat Level 1 dan 2 menjadi sebuah narasi yang koheren dan bermakna. Ini adalah cerita tentang “diri” kita.

Wawasan paling memberdayakan dari konsep ini adalah: meskipun kita mungkin tidak dapat dengan mudah mengubah sifat dasar kita (Level 1), kita memiliki kekuatan untuk belajar mengubah cerita yang kita sampaikan tentang hidup kita (Level 3). Perubahan narasi ini terbukti memiliki dampak besar pada kesejahteraan dan kebahagiaan kita (9).

Namun, tidak semua cerita diciptakan sama. Mari kita lihat pola-pola naratif yang dapat membuat sebuah kisah hidup menjadi lebih memberdayakan.

1.1.2 2. Pola-Pola Kisah Kehidupan: Apa yang Membuat Sebuah Cerita Bermanfaat?

Penelitian menunjukkan bahwa tidak semua cerita yang kita bangun sama-sama bermanfaat bagi kesehatan mental kita (4). Beberapa tema naratif secara konsisten terhubung dengan kehidupan yang lebih sejahtera dan berkembang.

1.1.2.1 Penebusan vs. Kontaminasi: Mengubah Penderitaan Menjadi Kekuatan

Salah satu pola naratif yang paling penting adalah cara kita membingkai peristiwa sulit.

Cerita Penebusan (Redemption Story) adalah narasi yang bergerak dari situasi negatif ke hasil yang positif (misalnya, kegagalan yang memberikan pelajaran berharga, atau penderitaan yang melahirkan kekuatan baru). Pola ini sangat kuat kaitannya dengan kebahagiaan, kepuasan hidup, dan resiliensi (7).

Cerita Kontaminasi (Contamination Story) adalah kebalikannya. Cerita ini dimulai dari peristiwa baik yang kemudian berubah menjadi buruk. Kisah semacam ini seperti “tumpahan minyak yang meracuni air,” menjebak sang pencerita dalam rasa sakit dan putus asa (3, 11).

1.1.2.2 Agensi vs. Kepasifan: Menjadi Pahlawan dalam Kisah Anda

Pola penting lainnya adalah peran yang kita ambil dalam cerita kita sendiri.

Agensi (Agency) adalah ketika kita menampilkan diri sebagai aktor utama dalam cerita kita—seseorang yang secara aktif membuat keputusan, mengambil tindakan, dan mengatasi rintangan. Mengembangkan rasa agensi dalam cerita hidup adalah salah satu prediktor terkuat untuk perbaikan dalam terapi (3, 7).

Kepasifan (Passivity) ditandai dengan perasaan menjadi korban keadaan. Dalam narasi ini, peristiwa seolah-olah “terjadi begitu saja pada” sang pencerita, yang digambarkan sebagai korban pasif dari takdir atau tindakan orang lain (8).

Tabel berikut merangkum tema-tema naratif yang membangun dan merusak, beserta dampaknya bagi kesejahteraan kita.

Pola Naratif Dampak Psikologis
Pola Naratif yang Membangun (Generative Themes)
Penebusan (Negatif → Positif) Meningkatkan kebahagiaan, kepuasan hidup, resiliensi, dan generativitas (keinginan untuk berkontribusi pada kesejahteraan generasi mendatang) (4, 7).
Agensi (Diri sebagai Aktor Efektif) Meningkatkan kepercayaan diri, kesehatan mental, dan merupakan prediktor kuat perbaikan dalam terapi (7).
Koneksi (Hubungan & Rasa Memiliki) Meningkatkan kesejahteraan, mengurangi rasa kesepian, dan memberikan rasa memiliki tujuan hidup yang lebih besar (8).
Pola Naratif yang Merusak (Disruptive Themes)
Kontaminasi (Positif → Negatif) Menurunkan kesejahteraan, menyebabkan depresi, keputusasaan, dan perasaan terperangkap dalam pengalaman negatif (3).
Kepasifan (Diri sebagai Korban) Menimbulkan perasaan menjadi korban, demotivasi, rasa tidak berdaya, depresi, dan hasil kesehatan mental yang buruk (8).
Isolasi (Terputus dari Orang Lain) Menyebabkan kesepian, keputusasaan, kurangnya dukungan sosial, dan meningkatkan kerentanan terhadap gangguan psikologis (8).

Lalu, bagaimana pikiran kita menciptakan pola-pola naratif ini? Jawabannya terletak pada sebuah proses kognitif yang luar biasa.

1.1.3 3. Seni Memberi Makna: Kekuatan Super Anda dalam Bernalar

Pikiran kita memiliki “mesin pembuat makna” yang disebut penalaran otobiografis (autobiographical reasoning). Inilah kemampuan kognitif yang memungkinkan kita menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam hidup dengan identitas diri kita dan memahami signifikansinya (10).

Tanpa penalaran ini, hidup kita hanyalah daftar kejadian. Dengan penalaran ini, hidup kita menjadi sebuah cerita yang bermakna.

Temuan paling penting dari psikologi naratif adalah ini: kemampuan kita untuk memaknai peristiwa sulit secara positif (misalnya, menemukan hikmah atau pelajaran) lebih berpengaruh pada kesejahteraan kita daripada peristiwa itu sendiri (10). Ini bukan sifat bawaan, melainkan sebuah keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih.

Memahami hal ini memberi kita kekuatan. Langkah-langkah berikutnya adalah latihan praktis untuk mengasah ‘mesin pembuat makna’ ini dan menjadi penulis yang lebih sadar atas kisah hidup kita sendiri.

1.1.4 4. Mulai Menulis Ulang Kisah Anda: Dua Langkah Praktis

Meskipun kita tidak bisa mengubah masa lalu, kita memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah cerita yang kita sampaikan tentang masa lalu itu (29). Berikut adalah dua langkah praktis yang terinspirasi dari Terapi Naratif untuk memulai proses ini.

1.1.4.1 Langkah 1: Pisahkan Diri Anda dari Masalah

Teknik ini disebut eksternalisasi masalah. Caranya adalah dengan mengubah cara kita berbicara tentang masalah kita.

Misalnya, alih-alih berpikir, “Saya adalah orang yang pencemas,” coba bingkai ulang menjadi, “Saya adalah orang yang sedang berhadapan dengan pengaruh kecemasan” (35).

Pergeseran bahasa yang sederhana ini menciptakan jarak psikologis. Masalah tidak lagi menjadi bagian inti dari identitas Anda, melainkan sesuatu di luar diri Anda yang bisa diamati, dipahami, dan dihadapi. Ini membuat masalah terasa jauh lebih bisa dikelola.

1.1.4.2 Langkah 2: Temukan “Momen Berkilau” Anda

Setelah Anda memisahkan diri dari masalah, langkah selanjutnya adalah mencari bukti yang bertentangan dengan “cerita yang penuh masalah” tersebut. Dalam Terapi Naratif, ini disebut unique outcomes atau yang bisa kita sebut momen berkilau (sparkling moments).

Ini adalah momen-momen, sekecil apa pun, di mana masalah tersebut tidak berkuasa atas diri Anda. Tanyakan pada diri Anda:

“Ingatkah saat di mana ‘Si Pengkritik’ dalam diri Anda muncul, tetapi Anda tetap berhasil bertindak dengan percaya diri?” (36)

Atau, “Apakah ada momen ketika ‘rasa malas’ mencoba mengambil alih, tetapi Anda tetap berhasil menyelesaikan tugas itu?”

Momen-momen berkilau ini adalah bukti nyata dari kekuatan, nilai, dan ketahanan Anda. Mereka adalah bahan mentah yang dapat Anda gunakan untuk mulai menenun sebuah cerita baru yang lebih kuat dan lebih memberdayakan.

1.1.5 5. Kesimpulan: Kisah Anda Adalah Perjalanan yang Terus Berlanjut

Pada akhirnya, kita semua adalah penulis kisah hidup kita sendiri. Cerita yang kita sampaikan kepada diri kita sendiri secara aktif menciptakan realitas kita (5). Kisah hidup yang sehat ditandai oleh tema-tema penebusan, di mana kesulitan diubah menjadi pertumbuhan, dan agensi, di mana kita menjadi pahlawan dalam perjalanan kita sendiri.

Tujuannya bukanlah untuk menulis sebuah cerita yang “sempurna” dan tanpa cela. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan keberanian untuk terus menulis, terus mencari makna, dan menjadi penulis sebuah kisah hidup yang berani, jujur, dan layak untuk diceritakan.

1.2 MY Masterpiece

Saya menyadari bahwa manusia memiliki peran istimewa di tengah semesta, yaitu menjadi pengelolanya (steward, khalifah di dunia). Tapi itu tidak dilakukan sendirian melainkan bersama-sama (umat). Jadi komunikasi interpersonal dan publik adalah kunci keberhasilan umat manusia menjalankan amanat ini.

Gagasan ini menempatkan umat manusia sebagai problem solvers, bukan sumber masalah. Bayangkan ada lebih dari 8 miliar manusia di muka bumi saat ini. Bila kita mengerahkan kekuatan perhatian (hati), pemikiran (akal), dan tenaga (otot) secara sinergis, tidak ada masalah yang tidak bisa dipecahkan.

Teknologi melipatgandakan kekuatan manusia itu. Dengan human-machine interface perhatian semakin intens dan luas. Dengan artificial intelligence, kekuatan akan manusia semakin besar dan cerdas. Dengan mesin, manusia bisa menggerakkan kapal induk, truk tronton, dan Jumbo Jet.

Sistem dan Teknologi Informasi memberdayakan umat manusia melipat gandakan kecerdasan lingkungan kerja yang memberdayakan manusia mencapai pemenuhan kebutuhannya.

Pembelajaran (learning) adalah sentral dalam tujuan manusia. Bekerja dan belajar adalah life purpose. Karakter LTSS: “Love like God, Think like Kings, Speak like Poets, and Serve like Slaves” adalah karakter yang perlu dikembangkan.

Sebuah gagasan paradigma Triune-Intelligence Smart-Engineering (TISE) dikembangkan untuk mendidik dan memfasilitasi rekayasawan. Solusi dari suatu permasalahan adalah sebuah Lingkungan Kerja PSKVE (dengan layer produk, services, knowledge, values, environment) dimana stakeholders berinteraksi dengan smart artefacts (agents) mempertukarkan Energon (kapasitas untuk melakukan kerja). Smart Engineering menghasilkan smart artefaks yang dibangun oleh konsep siklus PUDAL (perception, understanding, decision making, acting, and learning). setiap unsur PUDAL ini di berdayakan oleh CORE-ENGINE, yang mengimlementasikan konsep konversi Energon PSKVE menjadi Kerja.

Dalam TISE 1.0 Masalah manusia di pahami dalam metafora transportasi. Dalam TISE 2.0 Masalah manusia di ekspresikan dalam teater kehidupan tempat ia mementaskan karakter LTSS.